Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Semua info yang kamu cari ada di sini

Selasa, 02 Februari 2010

The Changcuters Paket Seragam dan Musik

Penampilan para remaja itu amat menarik perhatian. Mereka beraksi dengan kemeja putih dan rompi hitam, celana ketat hingga ke betis, serta sepatu kulit lancip. Ada pula yang mengenakan setelan sepatu kain plus dasi kupu-kupu kecil menggantung di leher mereka. Tatanan rambut pun nyaris serupa: Berponi.

Ketika pandangan mengarah ke kelompok lain, modifikasi berbeda yang tampil tak kalah menyedot perhatian meski cukup dengan kaus. Tulisan besar 'Changcut Rangers' serta embel-embel nama daerah asal mereka cukup untuk mengesankan bahwa mereka adalah penggemar berat satu grup band asal Bandung. Tak salah lagi, para anak baru gede itu memang fans The Changcuters.

Dengan penampilan yang unik lantaran para personelnya setia berseragam, The Changcuters juga punya penggemar sendiri berkat musiknya yang mengusung jenis musik rock and roll khas pada era 1960-an hingga 1980-an.Ciri khas yang ternyata bermula dari kegelisahan tiga orang mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung --Mohammad Tria Ramadhani biasa disapa Tria, Muhammad Iqbal alias Qibil, dan Dipa Nandastra Hasibuan atau Dipa-- empat tahun lalu.

Sejak awal masa kuliah, mereka selalu jalan-jalan dan banyak bergaul bersama. Bahkan, Dipa yang bukan merupakan penduduk asli Bandung pun menjadi sangat cepat akrab dengan kedua temannya itu. Sampai pada suatu saat, semua tempat sudah mereka jelajahi, semua kegiatan sudah banyak dilakukan hingga mereka sudah tidak mempunyai referensi lagi untuk berbuat apa. ''Nah, akhirnya saat itu kita memutuskan untuk bikin band,'' ujar Dipa.

Mereka pun mengajak dua teman lagi untuk bergabung melengkapi The Changcuters. Mereka adalah Arlanda Ghazali Langitan atau Alda dan Erick Nindyoastomo alias Erick.
Berbeda dengan band-band lain yang berfokus pada musik yang bakal mereka usung, Tria, Qibil, dan Dipa memilih untuk membicarakan tentang konsep berpakaian mereka ketika bermain di atas panggung lebih dulu.

Tiga pemuda itu pun sepakat untuk mengusung konsep band berseragam. ''Dulu, band tahun 1960 atau 1970-an baik di dalam dan luar negeri hampir semua pakai seragam. Pada masa itu band identik dengan seragam,'' ujar Dipa. Pada rentang waktu antara tahun 1960 hingga 1970-an setiap band yang tampil selalu memerhatikan konsep visualisasi mereka. Sedangkan untuk saat ini konsep seperti itu justru sudah agak ditinggalkan. Akhirnya, The Changcuters pun memilih untuk menyuguhkan konsep visualisasi itu lewat busana seragam yang dikenakan seluruh personel. ''Selain itu, kita pakai seragam sebenarnya untuk menghilangkan perbedaan dan kesenjangan,'' kata Dipa.

Maksudnya, dalam sebuah pertunjukan band biasanya yang paling banyak menjadi sorotan adalah sang vokalis, sedangkan personel band yang lain justru kurang mendapatkan perhatian. Atau dalam beberapa keadaan justru gitarisnya yang lebih menonjol dari personel yang lain. ''Nah, dengan seragam, kita semua posisinya sejajar, cuma tinggal tampang aja yang berbicara,'' tambahnya sambil tertawa.

Untuk mereka, musik sebenarnya hanya sebagai kendaran untuk menyalurkan ekspresi di atas panggung. ''Makanya, untuk bisa melihat kemasan kita secara lengkap ya harus lihat penampilan langsungnya,'' ujar Tria.Menurut Dipa, berpenampilan menarik juga merupakan bentuk penghargaan performer kepada siapa saja yang datang menonton pertunjukannya. ''Ketika di panggung, semua orang melihat kita. Jadi, kita memikirkan itu semua (audio dan visual). Masak , kita performer , tapi kita lebih buruk dari penonton. Padahal, penonton datang lebih bergaya, masak kita nggak bisa lebih baik,'' jelas Dipa sambil mengulas senyum.Dan, The Changcuters pun resmi terbentuk dengan Tria (vokal), Qibil (gitar), Dipa (bass), Alda (gitar), dan Erick (drum).

Eksplorasi
Sejak memutuskan untuk mendirikan band berseragam itu, mereka kemudian banyak bereksplorasi dengan barbagai majalah dan referensi yang lain. Saat itu mereka tidak pernah mendefinisikan gaya berpakaian Changcuters. ''Yang penting kita seragam, keren, dan terlihat trendi,'' ujar Dipa. Bentuk seragam mereka berubah-ubah seiring waktu dan selera. Hingga akhirnya, mereka menemukan bentuk yang sering mereka kenakan saat manggung di berbagai acara: Celana ketat, kemeja rapi yang berbalut rompi atau jas, dan sepatu kulit yang lancip.

Tidak lupa juga jenis rambut mereka yang terkadang berbentuk poni ataupun disasak pada bagian belakangnya. Sedangkan untuk Tria, model rambut jambulnya tidak pernah berubah.Setelah empat tahun terbentuk, saat ini The Changcuters sudah mengemas tiga album. Album pertama, Mencoba Sukses , merupakan hasil usaha keras mereka sendiri, baik dari proses kreatif sampai pada penjualannya. Melalui album pertama tersebut, kemampuan mereka mulai mendapat pengakuan dari sebuah label besar sehingga mereka merilis album Mencoba Sukses Kembali . Bisa dikatakan album kedua tersebut merupakan kemasan ulang dari album pertama. ''Tapi, ada empat lagu yang kita ganti,'' ujar Tria.

Respons pasar pun kian bagus sehingga mendorong munculnya album Misteri Kalajengking Hitam . Dalam album terakhir ini, The Changcuters menghadirkan sejumlah varian elemen musik lain yang disebutnya sebagai 'gresrock' alias rock baru ala mereka. Dengan single pertama Main Serong , mereka menawarkan kombinasi rock dan dance dengan beat cepat.Hasilnya, dalam ajang SCTV Music Awards 2009, The Changcuters berhasil menjadi pemenang kategori Album Pendatang Baru dan Erick Changcut meraih predikat Drummer of the Year! kim



Lima Personel, Lima Tugas

Bukan cuma piawai berbusana dan bermusik di atas panggung, para personel The Changcuters ternyata juga punya kemampuan lain untuk menunjang manajemen band.
Bahkan, kemampuan mereka berbeda-beda. Sebutlah seperti Dipa yang memang mengurusi masalah public relations , Qibil yang berkutat untuk urusan fashion , Alda yang mahir accounting , Erick di bagian merchandising , dan Tria khusus berurusan dengan desain.

''Jadi, band itu adalah side job , tapi yang utama adalah perusahaan kita dan kita jadi direktur-direkturnya. Kita dibayar karena lima pekerjaan itu,'' canda Dipa. Konsep pembagian porsi kerja tersebut kemudian mendorong mereka untuk membuat CV Changcutama Indonesia Sentosa pada tahun 2008.Selain memudahkan dalam pengelolaan manajemen band, terbentuknya CV tersebut juga memudahkan mereka dalam hal legalitas ketika menjalin kerja sama melalui kontrak. ''Kita jadi lebih dilindungi. Selain itu, juga untuk memudahkan dalam hal pajak,'' kata Tria.

0 komentar: